Kaltara.WahanaNews.co, Tanjung Selor - Hutan mangrove adalah ekosistem penting di Kalimantan Utara yang memiliki berbagai fungsi vital, seperti melindungi pantai dari abrasi dan gelombang besar serta menyediakan habitat bagi berbagai biota laut, termasuk ikan, udang, dan kepiting.
“Sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, seperti kayu mangrove, buah mangrove, dan madu mangrove,” kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Utara, Syarifuddin di Tanjung Selor, Senin (19/2/2024).
Baca Juga:
Gandeng Sederet Startup Terkemuka, PLN Proyeksikan Bangun Ekosistem Energi Hijau
Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Utara mencatat, Kalimantan Utara memiliki wilayah mangrove seluas 326.396.37 hektare, Berdasarkan pola ruang, luasan tersebut terbagi atas hutan mangrove primer 47.664,58 hektare, hutan mangrove sekunder 124.099,22 hektare, Nipah 5.984,09 hektare, dan tambak 148.648,49 hektare.
Menurut Syarifuddin, kondisi hutan mangrove di Kalimantan Utara secara umum dapat dikatakan cukup baik. Namun, terdapat beberapa area yang mengalami degradasi, terutama di wilayah yang dekat dengan perkotaan.
Degradasi hutan mangrove juga disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain pembukaan lahan untuk tambak, pencemaran lingkungan, dan sedikit faktor pemanfaatan kayu mangrove untuk bahan bakar
Baca Juga:
Gandeng Sederet Startup Terkemuka, PLN Proyeksikan Bangun Ekosistem Energi Hijau
Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara telah melakukan berbagai upaya untuk melindungi dan mengelola hutan mangrove, antara lain melakukan rehabilitasi hutan mangrove, sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya hutan mangrove, serta
meningkatkan pengawasan terhadap pemanfaatan hutan mangrove.
“Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat menjaga kelestarian hutan mangrove di Kalimantan Utara dan manfaatnya bagi masyarakat,” kata Syarifuddin.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara juga terus berupaya memulihkan hutan mangrove salah satunya dengan bekerja sama Pemerintah, masyarakat, dan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BGRM) serta para mitra.
“Pemulihan dan pengelolaan ekosistem mangrove perlu kolaborasi semua pihak,” kata Syarifuddin.
Selain pada APBN dan APBD, rehabilitasi mangrove di Kalimantan Utara juga mendapat perhatian serta dukungan pembiayaan Bank Dunia. Hal itu seiring percepatan rehabilitasi mangrove melalui program Indonesia’s Mangrove for Coastal Resilience (M4CR).
Pemerintah RI juga disebut mengharapkan hutan mangrove di Kalimantan Utara menjadi maskot pengembangan ekonomi dan kawasan hijau Indonesia. Untuk itu, rehabilitasi mangrove dianggap menjadi langkah tepat untuk menghentikan degradasi hutan mangrove menjadi kawasan pertambakan.
Intensitas sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat telah banyak memberi perubahan pola pikir masyarakat terhadap pentingnya ekosistem mangrove. Dahulu, banyak masyarakat menolak penanaman mangrove.
“Namun sekarang kondisinya berbalik, masyarakat meminta penanaman mangrove lebih digalakkan karena mereka merasakan dampak positifnya terhadap hasil tangkapan ikan dan kepiting bakau,” kata Syarifuddin.
Sejak 2017, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Utara bekerja sama berbagai pihak telah melakukan penanaman mangrove seluas 2.701 hektare, untuk mengembalikan fungsi ekologi kawasan pesisir,
Penanaman mangrove tersebut tersebar di berbagai daerah di tiga kabupaten yaitu Bulungan, Tana Tidung, dan Nunukan.
Kemudian, berdasarkan Rencana Umum Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RURHL) Mangrove 2022-2032 (Peraturan Menteri LHK Nomor 10 Tahun 2022), Kementerian LHK merencanakan rehabilitasi 181.553,61 hektare mangrove di Kalimantan Utara.
Rehabilitasi itu dirincikan terhadap 3.822,63 hektare lahan terbuka; 406,91 mangrove terabrasi; 130.869,43 hektare tambak; 18,98 tanah timbul; 1,782,95 hektare mangrove jarang; dan 44.652,71 hektare mangrove sedang.
“Kegiatan rehabilitasi itu akan dilaksanakan Pemerintah Pusat, tentu bekerja sama dengan kami Pemprov Kalimantan Utara, BRGM dan para mitra,” kata Syarifuddin.
Syarifuddin juga mengatakan, rehabilitasi dan sosialisasi kepada masyarakat adalah kunci untuk menekan laju pertambahan luas areal tambak, sekaligus memperluas area mangrove.
Ia menyebut, pertumbuhan perluasan tambak dalam 25 tahun terakhir, mencapai 844 persen, pada 1991 luas tambak hanya 15.871 hektare dan pada 2016 mencapai 159.958 hektare. Lalu berdasarkan deliniasi tiap petak tambak pada 2021, luas tambak di Kalimantan Utara sudah mencapai 153.928,67 hektare.
“Saat ini pola pikir masyarakat telah berubah berkat pemahaman yang kita berikan, mereka bahkan meminta supaya penanaman mangrove digalakkan ,” kata Syarifuddin.
[Redaktur: Patria Simorangkir]