Kaltara.WahanaNews.co, Tanjung Selor - Kabupaten Bulungan, bekerja sama dengan Kementerian Pertanian dan petani setempat, berhasil melakukan hilirisasi produksi tanaman kakao menjadi cokelat bubuk dan batangan di Desa Pejalin dan Desa Antutan, Kecamatan Tanjung Palas.
Hilirisasi adalah suatu proses transformasi ekonomi berkelanjutan di mana kebijakan industrialisasi berbasis komoditas bernilai tambah tinggi, menuju struktur ekonomi yang lebih kompleks.
Baca Juga:
Harga Kakao Non Fermentasi di Sultra Naik Rp125.000 per Kilogram
Bupati Bulungan, Syarwani bersama jajaran forkopimda dan Kementerian Pertanian di Tanjung Selor, pada Rabu (22/5/2024), meresmikan rumah produksi cokelat di Desa Pejalin. Dengan peresmian rumah produksi cokelat itu diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dan membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat Desa Pejalin.
Usaha para petani cokelat di Bulungan mendapat dukungan dari berbagai pihak, baik swasta maupun pemerintah, yang meliputi sertifikasi halal maupun sertifikasi Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT).
Pemkab Bulungan berkomitmen terus mendukung keberadaan rumah produksi cokelat ini sebagai bagian dari 15 program prioritas Bulungan, yaitu Satu Desa Satu Produk.
Baca Juga:
Harga Kakao Kering di Lebak Naik, Petani Raup Rp60 Ribu per Kilogram
Desa Pejalin memiliki tanam kakau lebih dari 10 hektare. Dengan potensi yang dimiliki Desa Pejalin dalam budi daya kakao dan cokelat, maka sinergi dan kolaborasi dapat terus ditingkatkan melalui pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) dan dana Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Teknologi (TAKE).
Melalui dana TAKE, Bulungan telah mengalokasikan tujuh mesin pengolah cokelat untuk rumah produksi cokelat di Desa Pejalin. Mesin-mesin tersebut meliputi mesin sangrai kakao, mesin pemecah kulit, mesin penempa minyak, dan berbagai mesin lainnya.
Kelompok Tani Wanita
Rumah produksi ini merupakan aset Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang dikelola kelompok tani wanita. Dengan keberadaan rumah produksi tersebut maka panen kakao para petani diyakini dapat terakomodir dengan baik.
Sebelumnya, banyak petani yang menjual hasil panen kakaonya kepada tengkulak hingga ke daerah tetangga yaitu Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur.
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Bulungan mengatakan, di Desa Pejalin, luas area tanaman kakao yang dikembangkan mencapai 120 hektare, dengan 10 hektare di antaranya sudah berproduksi. Sedangkan, Desa Antutan memiliki perkebunan kakao 100 hektare, dengan 80 hektare di antaranya sudah panen rutin.
Ketersediaan bahan baku untuk rumah produksi cokelat di kedua desa dapat tercukupi. Rumah produksi Desa Pejalin mampu memproduksi cokelat hingga tahap bubuk dan batangan, sedangkan Desa Antutan fokus pada produksi cokelat batangan.
Desa Pejalin mendapatkan bantuan pengadaan mesin dari Dana Transfer Anggaran berbasis Teknologi (TAKE), sedangkan Desa Antutan dibantu oleh Dinas Pertanian melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi. Desa Pejalin memiliki tujuh unit mesin produksi cokelat, sedangkan Desa Antutan memiliki empat unit.
Kepala Desa Pejalin, Abdul Rajak Sulaiman mengemukakan, produksi kakao Desa Pejalin mencapai setengah ton atau 500 kilogram per bulan.
"Saat ini masih tahap uji coba, jadi produksi harian masih lima kilogram. Tapi targetnya per hari bisa mencapai 10 kilogram," ujarnya.
Harga kakao kering fermentasi di daerah ini dibanderol Rp120 ribu per kilogram, sedangkan kakao kering tanpa fermentasi Rp70 ribu per kilogram dan kakao basah Rp50 ribu per kilogram.
Keberhasilan Desa Pejalin dan Desa Antutan mengembangkan produksi cokelat menjadi bukti komitmen dan kerja keras para petani, pemerintah dan pihak terkait. Produksi cokelat Bulungan diyakini terus berkembang dan menjadi salah satu komoditas unggulan daerah.
Apalagi cokelat dari rumah produksi Desa Pejalin di Bulungan, Kalimantan Utara, memiliki cita rasa yang unik dan berbeda dari cokelat pada umumnya.
Cokelat dari Bulungan memiliki rasa pahit yang seimbang dengan rasa manisnya.. Teksturnya pun sangat halus dan lumer di mulut, membuat setiap gigitan, terasa begitu istimewa.
“Saya sangat terkesan dengan kualitas cokelat ini, yang dihasilkan dari kakao lokal Bulungan. Cokelatnya sangat terasa, berbeda dengan cokelat produksi industri modern,” ujar Dedi Suhendar, salah seorang penikmat cokelat Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu produsen cokelat terbaik di dunia.
Dengan adanya rumah produksi, para petani kakao Bulungan diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk dan nilai jual produk mereka sehingga bisa mendapatkan penghasilan yang lebih layak.
Keberhasilan rumah produksi dalam menghasilkan cokelat yang berkualitas mencerminkan harapan besar akan dampak positif dari hilirisasi produk kakao di Bulungan. Para petani diharapkan semakin termotivasi dan bersemangat untuk mengembangkan sektor pertanian, khususnya tanaman-tanaman bernilai ekonomi tinggi lainnya seperti kopi lokal Kalimantan Utara.
Generasi muda diharapkan tak lagi memandang sektor pertanian sebelah mata. Lahan yang luas di Bulungan menjadi potensi besar untuk pengembangan tanaman-tanaman tersebut. Dengan pola pikir yang tepat, generasi muda dapat menjadi motor penggerak kemajuan sektor pertanian di Bulungan.
Hilirisasi produk kakao di Bulungan merupakan contoh nyata bagaimana sektor pertanian dapat menjadi sumber peluang dan kesejahteraan bagi masyarakat. Hilirisasi kakao menjadi produk cokelat berkualitas, telah memberikan nilai tambah bagi perekonomian masyarakat.
[Redaktur: Patria Simorangkir]