WahanaNews-Kaltara | Pada Selasa Korea menembakkan benda yang tampaknya merupakan peluru kendali (rudal) balistik, kata badan keamanan laut Jepang.
Aksi itu tampaknya merupakan peluncuran rudal kedua yang dilakukan Korut dalam waktu kurang dari sepekan setelah pemimpin negara tersebut memerintahkan militernya untuk mencapai lebih banyak kemajuan.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Sementara itu, militer Korea Selatan juga memastikan bahwa ada peluncuran "proyektil yang tidak teridentifikasi" namun tidak memberikan keterangan lebih lanjut. Pekan lalu, Korut mengatakan pihaknya menembakkan sebuah "rudal hipersonik" yang sukses menghantam suatu target pada Rabu (12/1).
Aksi-aksi peluncuran terbaru oleh Korut itu menggarisbawahi janji yang dinyatakan Kim Jong Un, pemimpin negara yang bersenjata nuklir itu, pada Tahun Baru. Saat itu, Kim menyatakan akan mendukung militer untuk menghadapi situasi internasional yang tak stabil di tengah kemacetan perundingan dengan Korsel dan Amerika Serikat.
Uji coba terbaru itu berlangsung satu hari setelah misi AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bersama Prancis, Irlandia, Jepang, Inggris, dan Albania, mengeluarkan pernyataan bersama yang berisi kecaman terhadap uji coba rudal pekan lalu.
Baca Juga:
Krisis Kelahiran di Korut: Pemerintah Penjarakan Dokter Aborsi dan Sita Alat Kontrasepsi
"Tindakan-tindakan ini meningkatkan risiko salah perhitungan, juga bisa meningkatkan dan menimbulkan ancaman yang signifikan terhadap stabilitas keamanan," kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield melalui pernyataan pada Senin (10/1).
Thomas-Greenfield juga menekankan seruan kepada Korut agar kembali ke meja perundingan serta menghentikan program rudal dan senjata nuklirnya. Melalui resolusi, Dewan Keamanan PBB melarang Korut melakukan pengujian rudal balistik dan nuklir. Dewan telah memberlakukan sanksi terhadap negara itu terkait program-program tersebut.
Korut, sementara itu, telah menyatakan terbuka untuk melakukan pembicaraan, tapi dengan syarat bahwa AS dan pihak-pihak terkait lainnya harus mencabut "kebijakan-kebijakan yang bermusuhan", seperti pemberlakuan sanksi dan latihan militer. Hanya sedikit pengamat yang memperkirakan bahwa Kim akan menyerahkan persenjataan nuklirnya secara penuh.