Kaltara.WahanaNews.co, Tarakan - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Tarakan tidak menemukan potensi untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 02 dan 88.
"Pelapor itu hanya melampirkan dua kasus dan yang disidangkan hari ini adalah terlapor 3, 4 dan 5 yaitu, KPU dan 2 anggota KPPS, satu dari KPPS 088 dan satu dari KPPS 02," kata Ketua Bawaslu Tarakan Riswanto di Tarakan, Selasa.
Baca Juga:
KPU DKI Jakarta Temukan 51.234 Surat Suara Kurang dan Rusak untuk Pilgub 2024
Hal tersebut terbukti pada sidang pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum dengan terlapor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tarakan memasuki agenda pembuktian di kantor Bawaslu Tarakan, Selasa (27/2/2024).
Sementara untuk terlapor 1 dan 2 itu saat ini sedang dalam kajian awal dan belum kita register. Jika terpenuhi syarat formil materilnya maka akan kita register.
Sebagai informasi, terlapor 1 dan 2 adalah pemilih yang diduga memiliki KTP domisili luar Kalimantan Utara.
Baca Juga:
KPU Singkawang Terima Logistik untuk Kebutuhan Pilkada Serentak Tahun 2024
Namun informasi terkait kebenaran domisili pemilih di dua TPS tersebut hingga saat ini masih didalami Bawaslu.
Pihak pelapor dan terlapor menghadirkan masing-masing satu orang saksi.
Sidang administrasi digelar terkait dugaan pelanggaran di TPS 02 Pamusian dan TPS 88 Karang Anyar.
Berdasarkan laporan dari dua TPS tersebut, pelapor menyampaikan adanya pemilih yang menerima lima jenis surat suara, namun diduga pemilih tersebut memiliki KTP domisili luar Kaltara.
"Hadir dari pihak pelapor itu ada satu saksi, lalu kemudian dari pihak terlapor menghadirkan ahli di bidang hukum tata negara," kata Riswanto.
Keterangan saksi pelapor tidak terlalu mengerucut karena yang bersangkutan juga tidak terlalu memahami mengenai definisi dari pada daftar pemilih dan juga pengunaan waktu dari masing-masing pemilih.
Dari keterangan saksi ahli yang dihadirkan pelapor, pada kasus dugaan pelanggaran di TPS 02 Pamusian dan TPS 88 Karang Anyar juga belum ditemukan adanya unsur yang terpenuhi untuk dilaksanakan PSU.
Pada Kamis (29/1) pembacaan putusan Bawaslu dalam memutuskan itu banyak pertimbangan.
Apakah niatnya PSU atau tidak walaupun bukan itu yang menjadi tuntutan tertulis dari pelapor namun sempat pelapor sebutkan secara lisan dalam sidang tadi.
"Kami tentunya juga akan tetap meminta pendapat dari ahli untuk menjadi pertimbangan keputusan," jelas Riswanto.
Sementara itu, Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Borneo Tarakan (UBT) Yahya Ahmad Zein menerangkan syarat untuk melaksanakan PSU sudah melewati batas ketentuan, yakni tenggat 10 hari setelah hari pemungutan suara 14 Februari 2024.
"Saya kira untuk memungkinkan PSU atau tidak sudah jelas normanya yaitu 10 hari setelah Pemilihan. Jadi saya kira juga syarat yang ada di Undang-undang juga tidak mudah untuk melakukan prosesnya," kata Yahya.
Dia menegaskan bahwa proses PSU itu tidak mudah. Ada beberapa hal yang harus terpenuhi terutama syarat normatif atau syarat formil yang ada di undang-undang.
Terkait PSU, Yahya Ahmad Zein juga memberikan keterangan agar pengawas dan penyelenggara pemilu lebih cermat. Khususnya dalam aturan yang tertuang dalam PKPU.
[Redaktur: Patria Simorangkir]