Kaltara.WahanaNews.co, Tarakan - Desa Tepian adalah nama sebuah desa yang terletak di Kecamatan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Perjalanan dari Pelabuhan Juata di Tarakan menuju Desa Tepian memakan waktu sekitar tiga jam dengan menggunakan speed boat, menyusuri Sungai Sembakung dan laut.
Memasuki Desa Tepian tampak banyak rumah panggung semi permanen dan rumah kayu. Saat ini masyarakatnya sudah dapat menikmati fasilitas listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang disediakan oleh PT. Pertamina EP Tarakan Field dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Baca Juga:
Layanan SuperSUN PLN, Inovasi Listrik Bersih 24 Jam, Dukung Kemajuan Masyarakat Kepulauan di Sulawesi Selatan
“Jadi pada tahun 2015, Desa Tepian masih belum terfasilitasi akses listrik, kami berinisiatif dan berinovasi yang dulunya masyarakat ini menggunakan genset untuk menghidupkan listrik pada malam hari,” kata Community Development Officer PT Pertamina EP Tarakan Field Abrar Siregar di Tarakan, Senin (21/10).
Desa Tepian merupakan desa binaan Pertamina Tarakan yang merupakan ring satu dan ring dua perusahaan minyak dan gas (migas) milik negara ini. Dimana desa Tepian dekat dengan pengeboran minyak kawasan Sembakung.
Melalui program Desa Energi Berdikari (DEB) ini yang pertama dengan dasar permasalahan yang ada di desa tersebut salah satunya belum memiliki akses listrik seluruhnya. DEB merupakan program dari PT. Pertamina (Persero), dimana untuk menumbuhkan desa - desa yang terpencil dan terisolir yang ada di perbatasan Indonesia.
Baca Juga:
Pemerintah Kota Jakarta Pusat Perbanyak PLTS Atap untuk Konservasi dan Efisiensi Energi
Desa Tepian termasuk desa terpencil dan berbatasan dengan Malaysia yang hanya dipisahkan dengan Sungai Sembakung.
Program DEB di Desa Tepian dijadikan sebagai desa binaan dengan pertimbangan yang pertama atas dasar permasalahan yang ada di Desa Tepian yaitu salah satunya belum memiliki akses listrik sepenuhnya.
Selanjutnya Pertamina membangun PLTS komunal pada pada tahun 2019, mulai saat itu Desa Tepian sudah mandiri energi, karena sudah ada penerangan dan ramah lingkungan.
Abrar mengungkapkan untuk menjadi operator di PLTS Komunal, Pertamina Tarakan Field bersama Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melatih dua pekerja lokal untuk diberi pembekalan di Jakarta untuk menjadi tim teknis.
PLTS Komunal mempergunakan sistem pembangkit listrik yang memanfaatkan energi matahari untuk menghasilkan listrik. Sistem pembangkit listrik tenaga surya yang digunakan untuk menyuplai listrik ke rumah-rumah penduduk di daerah terpencil dan belum terjangkau jaringan PLN.
PLTS Komunal merupakan solusi alternatif untuk daerah tersebut karena dapat menghasilkan dan menyimpan energi listrik.
Kemudian pada tahun 2021 Pertamina Tarakan memberikan bantuan panel surya ke desa - desa berdasarkan hasil pemetaan dari pemerintah desa. Dimana prioritas utamanya adalah warga tidak mampu yang di rumahnya tidak memiliki genset.
“Maka kita memberikan panel surya home system sebanyak 50 panel surya untuk rumah di Desa Tepian yang tidak memiliki genset,” kata Abrar. Pemberian panel surya bukan hanya diberikan kepada warga, tapi juga di fasilitas umum di desa tersebut seperti sekolah.
Dengan memberikan panel surya ke sekolah - sekolah untuk menghidupkan lampu, komputer. Selain itu, panel surya diberikan untuk fasilitas Mesjid, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan tempat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Tersedianya PLTS komunal dan panel listrik yang diberikan Pertamina Tarakan, maka alat tersebut bagai pelita yang menerangi Desa Tepian dan menjadi DEB. Sebelumnya warga yang tidak memiliki genset dan masih menggunakan lilin dan lampu minyak untuk penerangan rumahnya.
Program DEB Pertamina mendukung pencapaian Environmental, Social dan Governance (ESG) perusahaan yang sejalan dengan Social Development Goals (SDGs) pada poin ketujuh yakni energi bersih dan terjangkau, kemudian poin kedelapan yakni pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi serta poin ke-13 yakni penanganan perubahan iklim. Serta mendukung upaya pemerintah dalam mencapai Net Zero Emission atau emosi nol bersih di tahun 2060.
“Setelah Desa Tepian memiliki fasilitas penerangan listrik, masyarakatnya lebih produktif melakukan kegiatan terutama pada malam hari. Karena sebagian besar masyarakat Desa Tepian memiliki mata pencaharian sebagai nelayan,” kata Abrar.
Masyarakat nelayan di Desa Tepian kebanyakan menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap bernama bubu yang yang bentuknya bulat memanjang terbuat dari bambu. Bila siang hari mencari ikan, maka malam hari beraktivitas membuat bubu atau menganyam dari rumput untuk dibuat tikar.
Mengolah hasil tangkapan
Adanya penerangan di Desa Tepian membuat masyarakat menjadi lebih kreatif untuk memanfaatkan fasilitas penerangan dari tenaga surya. Sekarang mereka biasa membuat es batu untuk mempertahankan kesegaran hasil tangkapan seperti ikan dan udang.
“Kalau dulu hasil tangkapan mereka berupa ikan dan udang, jika sudah malam belum bisa dibawa ke Tarakan untuk dijual, dan tidak menggunakan es batu. Tapi sekarang mereka sudah banyak memiliki lemari untuk menyimpan ikan dan udang serta membuat es batu,” katanya.
Saat mau dijual dijual ke Tarakan, hasil tangkapan berupa ikan dan udang masih segar dan harga bisa meningkat. Hasil udang dari Desa Tepian memiliki ukuran lumayan besar yang dijual ke Tarakan untuk diekspor ke Malaysia.
Selain itu, hasil ikan dan udang bisa dijadikan makanan olahan seperti nuget, sosis, bakso dan kerupuk yang mereka jual ke Tarakan. Masyarakat lebih kreatif dengan mengolah ikan dan udang menggunakan blender untuk menghaluskan.
Tidak hanya hasil tangkapan udang dan ikan yang dijadikan makanan olahan. Di Desa Tepian yang juga banyak menghasilkan buah pepaya yang dulunya hanya untuk dikonsumsi langsung. Selama ini hasil pepaya yang lumayan banyak, terkadang tidak terlalu bernilai harganya.
Namun dengan adanya listrik tenaga surya, warga memanfaatkannya dengan membuat saus pepaya yang dihaluskan dengan blender listrik. “Saus pepaya ini rasanya enak apalagi dimakan sama nuget udang dan nuget ikan,” kata Abrar.
Kemudian adanya listrik tenaga surya tersebut secara signifikan menurunkan kasus angka stunting atau tengkes di Desa Tepian. “Kalau dulu ada delapan anak yang mengalami stunting, tapi sekarang tidak ada lagi kasus stunting sudah zero stunting,” katanya.
Hal ini, dampak dari adanya listrik dari energi surya, kalau dulu warga mengeluarkan uang sebesar Rp20.000,- sampai Rp30.000,- untuk membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk genset penerangan tiap hari. Uang tersebut saat ini sudah dapat digunakan warga untuk membeli makanan sehat serta susu untuk anak – anak mereka.
Saat ini, warga yang menggunakan panel surya hanya membayar Rp50.000,- perbulan yang masuk dananya ke Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) adalah badan usaha yang dikelola desa. Bumdes memiliki peran dalam meningkatkan layanan umum mengoptimalkan aset desa dalam hal ini PLTS komunal dan panel surya di Desa Tepian.
Selain itu, adanya listrik tenaga surya membuat warga Desa Tepian melihat dunia dengan adanya jaringan internet, karena sudah adanya tower yang didirikan oleh salah satu di Indonesia.
Energi surya jadi pelita
Penggunaan PLTS di Tepian menjadi pelita karena bermanfaat ini daerah terpencil ini yang memiliki penduduk 300 Kepala Keluarga yang terbagi dua kampung yakni Tepian dan Tujung. Walaupun lama listrik hidup baru sampai jam 12 malam.
Kepala Desa Tepian Nurdiansyah mengatakan dengan adanya iuran dari warga tiap bulan sebesar Rp50.000,- cukup membantu, karena untuk membantu pemeliharaan, membayar teknisi, penagihan yang semuanya ada empat petugas.
Dia mengungkapkan bahwa saat ini meskipun penggunaan PLTS masih belum maksimal dengan daya 750 watt untuk tiap KK. Namun masyarakat di Desa Tepian sangat bersyukur, dibanding sebelum masuknya PLTS komunal.
Kalau dulu warga di Desa Tepian bagi yang mampu menggunakan genset untuk penerangan di rumahnya. Sedangkan warga yang tidak mampu menggunakan lampu minyak yang dibuat dari kaleng bekas dan sumbu untuk penerangan rumah mereka.
Hal senada disampaikan Bendahara Desa Tepian Arnold Pasaribu mengatakan PLTS komunal dikelola oleh BUMDes bagian listrik. Untuk pemeliharaan dan membayar gaji petugasnya.
“Sebelum adanya PLTS komunal di Desa Tepian ini gelap gulita,” kata Arnold. Saat ini, mereka sudah ada yang bisa menggunakan alat elektronik seperti televisi dan kulkas.
Warga sudah bisa membuat es batu ukuran kecil untuk konsumsi dan dapat menikmati penerangan terutama anak sekolah dapat belajar di waktu malam. Desa Tepian merupakan wilayah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar).
Desa Tepian berbatas dengan negara tetangga Malaysia yang hanya dibatasi dengan Sungai Sembakung. Jika Malaysia mengalami banjir, maka yang memperoleh dampaknya warga di Desa Tepian juga mengalami banjir.
Langkah Pertamina Tarakan Field memberikan PLTS komunal kepada masyarakat di Desa Tepian merupakan implementasi dari tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility) pada BUMDes.
Dengan praktek tanggung jawab sosial yang baik dan efektif, maka untuk selanjutnya dengan menyeimbangkan kepentingan berbagai pemangku kepentingan maka hal ini akan memastikan tercapainya pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan dalam jangka panjang bagi BUMDes di Desa Tepian.
Serta adanya BUMDes sudah tidak diragukan lagi, karena merupakan bagian dari masyarakat desa dan sebagian besar bertanggung jawab atas pembangunan sosial dan ekonomi di desa.
[Redaktur: Patria Simorangkir/Antara]