WahanaNews-Kaltara | Pemerintah tengah merencanakan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) 13 golongan pelanggan nonsubsidi menyusul turunnya subsidi listrik mencapai 8,2 persen dari Rp61 triliun menjadi Rp56,5 triliun pada 2022.
Rencana itu terungkap setelah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengadakan focus group discussion atau FGD bersama sejumlah perwakilan industri lewat aplikasi Zoom pada Senin (15/11/2021).
Baca Juga:
Industri Penerbangan Indonesia Berpeluang Besar di Asean
Adapun, FGD itu membahas hasil riset peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus terkait konsekuensi kenaikan TDL bagi industri dalam negeri.
Berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis, kenaikan TDL pada golongan I-3 / >200 kVA dan I-4 / >=30.000 kVA yang biasanya digunakan oleh industri melesat tinggi masing-masing 15,97 persen dan 20,78 persen.
Dokumen itu memperlihatkan tarif sesuai keekonomian golongan I-3 sebesar Rp 1.203,78 lebih besar dari tarif lama di angka Rp 1.114,74. Di sisi lain, tarif golongan I-4 sesuai keekonomian dipatok sebesar Rp 1.203,83 dari tarif lama di posisi Rp 996,74.
Baca Juga:
Menhub Minta Pemerintah Daerah Subsidi Biaya Operasi Pesawat
“Ini hanya inisiasi dari pemerintah untuk menyesuaikan terhadap TDL karena subsidi listriknya mau dikurangi di APBN 2022 secara keseluruhan maka yang menanggung beban biaya ya industri dan rumah tangga,” kata Heri saat dikonfirmasi ihwal FGD tersebut, Rabu (17/11/2021).
Kendati demikian, Heri menegaskan dirinya tidak setuju jika pemerintah melakukan penyesuaian TDL dalam waktu satu hingga dua tahun ke depan.
Alasannya, kebijakan itu bakal menggerek naik struktur biaya produksi industri dalam negeri di tengah momentum pemulihan ekonomi nasional.
Menurut Heri, manuver untuk menaikan TDL itu dapat terlihat dari implementasi sejumlah kebijakan yang menaikan ongkos PT PLN (Persero) belakangan ini seperti pajak karbon, naiknya harga batubara serta berkurangnya nilai subsidi listrik tahun depan.
“Jadi arahnya sepertinya ke menaikan tarif dasar listrik melihat dari dokumen-dokumen yang ada cuma dunia usaha keberatan lantas bagaimana solusinya? Itu pekerjaan saya, saya diminta langsung pak Sekjen Kemenperin,” kata dia.
Berdasarkan hasil kajiannya, kenaikan TDL pada golongan I-3 dan I-4 mengerek kenaikan harga pokok produksi atau HPP masing-masing sebesar 1,94 persen dan 2,53 persen untuk industri mesin dan perlengkapan. Selain itu, kenaikan TDL pada industri tekstil bakal menggerek naik HPP sebesar 1,05 persen pada golongan I-3 dan 1,37 persen pada golongan I-4.
“Kenaikan harga jual barang produk dikhawatirkan akan menggerus pangsa pasar dalam negeri, selanjutnya dikhawatirkan akan meningkatkan impor, di sisi lain menurunnya kepercayaan pembeli luar negeri,” tuturnya.
Industri tekstil hulu mencemaskan kenaikan tarif listrik PLN seiring rencana implementasi pajak karbon untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara senilai Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) tahun depan. [As]