WahanaNews-Kaltara | Survei sejumlah lembaga belakangan ini memperlihatkan peningkatan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin meningkat.
Setidaknya, survei empat lembaga menunjukkan, kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi-Ma'ruf menembus angka 70 persen.
Baca Juga:
Dua Pekan Menjelang Pilkada Jakarta, Pasangan Calon Berebut Dukungan Jokowi-Anies
Angka ini terbilang tinggi di tengah maraknya kritik publik terhadap pemerintahan Jokowi di berbagai bidang.
Di awal kepemimpinan Jokowi periode kedua misalnya, publik ramai-ramai mengkritik revisi Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
Presiden mendapat kritik keras lantaran tak mengambil sikap tegas terkait hal ini. Sejak saat itu, pemerintahan Jokowi pun dianggap berupaya melemahkan KPK.
Baca Juga:
Ribuan Warga Hadir, Saat Jokowi Blusukan di Banyumas Dampingi Luthfi
Kritik berlanjut menyoal Undang-Undang Cipta Kerja. Sejak awal pembentukannya, UU tersebut mendapat banyak penolakan hingga terjadi aksi demo di banyak tempat.
Namun, pemerintah bergeming dan terus melanjutkan pembentukan UU yang dinilai rugikan buruh/pekerja itu.
Terbaru, Jokowi juga terus melanjutkan rencana pembangunan ibu kota negara (IKN) baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Kepala negara baru-baru ini menandatangani Undang-Undang IKN, tanda segera dimulainya pembangunan.
Padahal, banyak kalangan menolak megaproyek tersebut lantaran dinilai berpotensi merusak lingkungan dan mengancam keselamatan warga setempat, hingga membebani APBN.
Lantas, dengan gelombang kritik tersebut, mengapa tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi masih juga tinggi?
Survei Litbang Kompas terbaru pada akhir Januari 2022 menunjukkan bahwa kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf mencapai 73,9 persen.
Angka itu merupakan yang tertinggi sejak Januari 2015 atau ketika awal masa pemerintahan Presiden Jokowi.
Berdasarkan survei teranyar tersebut, kepuasan publik meningkat pada empat bidang, yakni kesejahteraan sosial (meningkat 9,7 persen), politik dan keamanan (6,8 persen), ekonomi (6,1 persen), dan penegakan hukum (5,3 persen).
Secara total, kepuasan tertinggi ada di bidang kesejahteraan sosial (78,3 persen), serta politik dan keamanan (77,6) persen. Kemudian, kepuasan terhadap penegakan hukum (69 persen), dan perekonomian (60,4 persen).
Hasil survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis 20 Januari 2022 juga tidak jauh berbeda. Sebanyak 71 persen responden menyatakan puas terhadap kinerja Jokowi selama dua bulan terakhir.
Angka 71 persen tersebut merupakan gabungan dari responden yang menyatakan sangat puas sebanyak 20 persen, dan cukup puas sebanyak 51 persen.
Sementara, sebanyak 20,9 persen responden menjawab kurang puas. Kemudian, 3,9 persen menjawab tidak puas sama sekali, dan 4,2 persen tidak tahu atau tidak menjawab.
Kemudian, hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) 26 Desember 2021 menunjukkan, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi mencapai 71,7 persen. Sementara, yang kurang atau tidak puas hanya sekitar 25,3 persen.
Menurut analisis SMRC, tingkat kepuasan ini sejalan dengan evaluasi publik terhadap kinerja pemerintah pusat dalam menangani pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
Tak jauh beda, survei Charta Politika pada akhir Desember 2021 memperlihatkan bahwa 70,1 persen responden merasa puas terhadap kinerja Jokowi-Ma'ruf. Rinciannya, sebanyak 8,3 persen responden sangat puas, dan 61,8 persen responden cukup puas.
Kemudian, yang menyatakan tidak puas sebanyak 29,4 persen, terdiri dari 26,6 persen responden yang kurang puas dan 2,8 persen responden tidak puas sama sekali.
Melihat hal ini, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, ada sejumlah alasan yang mendasari tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi tetap tinggi.
Dari empat survei, baik Litbang Kompas, Indikator Politik Indonesia, SMRC, maupun Charta Politika, menunjukkan pola yang sama, bahwa kritik terhadap pemerintah paling banyak ditujukan di bidang hukum dan ekonomi.
Meski angka ketidakpuasan terhadap bidang hukum cukup besar, namun, kata Yunarto, umumnya kritik datang dari kalangan tertentu saja, yakni aktivis yang jumlahnya terbatas.
"Isu hukum biasanya itu lebih sensitif dengan kelas menengah atau teman-teman aktivis saja, itu yang menyebabkan mengapa pada akhirnya secara kuantitatif Jokowi tetap mendapatkan tingkat kepuasan yang tinggi," kata Yunarto, Senin (21/2/2022).
Berbeda dengan ekonomi, angkanya lebih signifikan lantaran publik dapat dengan mudah memaknai sektor tersebut dibandingkan sektor-sektor lainnya.
Namun, terkait sektor ini, menurut Yunarto, telah terjadi rebound atau lompatan dibandingkan dengan kondisi ekonomi ketika bulan Juli-Agustus.
Saat itu, Indonesia mengalami puncak pandemi Covid-19 gelombang Delta. Terjadi kesulitan di berbagai bidang lantaran banyak sekali yang terinfeksi hingga meninggal dunia, bahkan rumah sakit hampir kolaps.
Namun, setelahnya kondisi berangsur-angsur membaik. Pemerintah pun terus melanjutkan berbagai upaya, seperti vaksinasi.
Meski kini Indonesia dilanda gelombang Omicron, kasus aktif dan angka kematian pasien Covid-19 masih lebih terkendali, demikian pula dengan layanan kesehatan.
Terjadinya perbaikan situasi pandemi inilah yang menurut Yunarto juga menjadi penyebab meningkatnya angka kepuasan publik terhadap presiden.
"Secara psikologi politik kan orang ketika merasakan titik terendah dan kemudian mendapatkan kondisi, rebound, itu biasanya naiknya bisa langsung sangat tinggi. Itu menurut saya keuntungan yang didapatkan oleh Jokowi pasca-bulan Agustus, ketika kasus Delta mulai bisa ditangani," ujar dia.
Di luar itu, lanjut Yunarto ada beberapa isu lainnya yang mendongkrak angka kepuasan publik terhadap Jokowi seperti Presidensi G20.
Senada dengan Yunarto, Peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro mengatakan, angka kepuasan publik terhadap Jokowi tetap tinggi karena pemerintah berhasil memperbaiki penanganan pandemi virus corona.
Menurut survei terbaru Indikator Politik Indonesia, warga yang khawatir tertular virus dan taat protokol kesehatan cenderung puas terhadap kinerja presiden.
"Jadi kepuasan kinerja ini terkait dengan kebijakan penanganan virus Covif-19 varian Omicron," katanya saat dihubungi, Senin (21/2/2022). [Ss]