WahanaNews-Kaltara | Terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan satelit Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Kejaksaan Agung menggeledah dua kantor milik perusahaan PT Dini Nusa Kusuma (DNK) pada Selasa (18/1) kemarin.
PT DNK diketahui merupakan pemegang hak pengelolaan Filing Satelit Indonesia untuk pengoperasian satelit. Adapun dugaan korupsi pengadaan ini terjadi pada periode 2015 hingga 2021.
Baca Juga:
Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula, Kejagung Periksa Eks Stafsus Mendag
"Selasa 18 Januari 2022 pukul 15.00 WIB, tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung telah melaksanakan tindakan penggeledahan dan penyitaan di tiga lokasi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan, Rabu (19/1).
Ia menyebutkan dua kantor milik perusahaan itu beralamat di Jalan Prapanca Raya, Jakarta Selatan dan Panin Tower Senayan City, lantai 18A, Jakarta Pusat.
Selain itu, penyidik juga menggeledah sebuah apartemen milik Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma berinisial SW. Ia yang masih berstatus sebagai saksi juga merupakan tim ahli dari Kementerian Pertahanan.
Baca Juga:
Korban DNA Pro Menangis Minta Keadilan di Kejari Bandung: Desak agar Uang Sitaan segera Dikembalikan
Namun demikian, Leonard belum merincikan lebih lanjut mengenai dugaan keterlibatan SW lebih lanjut dalam perkara ini hingga dilakukan penggeledahan di kediamannya.
Dari penggeledahan itu, penyidik menyita tiga kontainer plastik berisi dokumen. Kemudian barang bukti elektronik lain sebanyak 30 buah.
"Terhadap barang yang disita tersebut akan dijadikan barang bukti dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan," jelasnya.
Sebagai informasi, kasus ini berkaitan dengan kontrak sewa Satelit Artemis milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015. Kontrak ini dilakukan kendati penggunaan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur dari Kemkominfo baru diterbitkan pada 29 Januari 2016.
Indonesia kemudian digugat ke Pengadilan Arbitrase untuk membayar ganti rugi lantaran proses penyewaan yang bermasalah. Pertama, negara digugat ganti rugi sebesar Rp515 miliar pada 2019 oleh Avianti. Kemudian, 2021 negara kembali digugat USD21 juta oleh Navayo.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan bahwa pembayaran ganti rugi tersebut berpotensi merugikan keuangan negara. Kementerian, diduga melakukan proses pengadaan dengan melanggar hukum.
Di mana, kata dia, Kementerian Pertahanan belum memiliki anggaran untuk mengadakan proyek satelit itu. Namun, persetujuan keburu diteken sehingga proses penyewaan bermasalah. [As]