Namun, dia menuturkan ada beberapa poin yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan skema tersebut.
Pertama, terkait kepatuhan pembayaran iuran dari pemasok, seharusnya ada sanksi jika ada pelanggaran, seperti produsen tidak membayar patungan.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Pemerintah Beri PLN Kewenangam Kelola Ekspor-Impor Listrik Demi Tingkatkan Efisiensi dan Keamanan Energi
"Kedua, bagaimana kemampuan keuangan PLN sendiri jika memang harus membayar dulu, apakah kuat misalnya jika dikejar-kejar," imbuhnya.
Kemudian yang ketiga, Mamit menggarisbawahi terkait pengawasan entitas khusus tersebut, harus ada kejelasan siapa yang akan melakukan pengawasan dan melakukan audit.
"Keempat, mekanisme pemilihan anggota badan tersebut, dan terakhir mudah-mudahan ini tidak memperpanjang jalur birokrasi," tandasnya.
Baca Juga:
Ada Permintaan Biaya Pemindahan Tiang Listrik, ALPERKLINAS Imbau Konsumen Tanya Langsung Ke PLN
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menjelaskan pengamanan pasokan batu bara dalam negeri melalui peraturan DMO seharusnya sudah cukup jika dilakukan secara konsisten.
"Masalahnya bukan terletak pada bentuk skemanya, tapi konsistensi dalam menjalankan regulasi yang ada. Dalam UU Minerba dan aturan turunannya telah jelas bahwa perusahaan yang tidak serius terhadap DMO akan diberikan sanksi dengan berbagai bentuk dan tingkatan," jelas dia.
Menurut Komaidi, pembuatan Badan Layanan Umum (BLU) batu bara maupun berbentuk entitas khusus yang disarankan Komisi VII DPR tidak terlalu mendesak, namun juga tidak masalah jika dilakukan dengan konsekuensi yang mengikuti.