WahanaNews.co | Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menegaskan bahwa pencabutan usaha pertambangan harus dilakukan secara transparan dan melalui mekanisme atau proses yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ia mengacu pada pasal 119 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.
Baca Juga:
Kementerian PU Siap Hadapi Mobilitas Masyarakat Saat Nataru 2025
Beleid yang mengatur tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) menyatakan izin dapat dicabut oleh menteri dengan ketentuan diantaranya apabila pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lain.
Selain itu bisa juga karena pemegang IUP atau IUPK itu melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, atau juga pemegang IUP dan IUPK dinyatakan pailit.
"Sedangkan proses pencabutan suatu IUP berdasarkan Pasal 185 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba diawali dengan penerapan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi, dan pencabutan," jelas Sugeng dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Minerba KESDM di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (31/3/2022).
Baca Juga:
Pj Bupati Abdya Sunawardi Hadiri Rapat Kerja dan Dengar Pendapat DPR RI
Terkait pencabutan Izin Usaha Pertambangan tersebut, lanjut Sugeng, Komisi VII DPR RI telah mendengarkan berbagai keluhan dari para pelaku usaha pertambangan.
Apalagi ada dugaan bahwa pencabutan Izin Usaha Pertambangan yang dilakukan oleh Kementerian Investasi/BKPM telah menyalahi kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Minerba.
"Pencabutan Izin Usaha Pertambangan tanpa melalui proses dan mekanisme yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan akan berdampak pada tidak adanya jaminan kepastian hukum bagi investasi sektor pertambangan yang telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, dan negara juga berpotensi kehilangan penerimaan di sektor pertambanga. Padahal saat ini negara sedang memacu program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pasca covid 19," ungkapnya.