"Salah satu skema kemitraan yang ditawarkan PLN adalah franchise, mitra tidak perlu direpotkan dengan perizinan, penyediaan peralatan, pemeliharaan serta aplikasi pendukung dalam infrastruktur pengisian ulang kendaraan listrik," ungkap.
Masih dari Dermawan, kata dia, pihaknya berharap dengan semakin banyaknya jumlah SPBKLU dapat mendukung terbangunnya ekosistem kendaraan listrik guna mempercepat transisi energi bersih di Tanah Air.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Dari sisi emisi, lanjutnya, sektor transportasi menyumbang 280 juta ton CO2e per tahun. Itu menjadi salah satu penyumbang emisi karbon dan beban subsidi tertinggi di Indonesia. Jika dibiarkan tanpa intervensi, maka pada tahun 2060 akan menjadi 860 juta ton CO2e.
Penggunaan kendaraan listrik, dinilainya, lebih ramah lingkungan dibandingkan kendaraan BBM dengan perhitungan satu liter BBM sama dengan 1,2 kWh listrik. Emisi karbon satu liter BBM, kata dia, 2,4 kg, sedangkan emisi 1 kWh listrik pada sistem kelistrikan di Indonesia hanya sekitar 0,85 kg CO2e. Artinya kalau 1,2 kWh, emisinya sekitar 1,1 kg CO2e.
"Dengan menggunakan kendaraan listrik maka kita sudah menjadi bagian dalam mengurangi emisi karbon lebih dari 50 persen," paparnya.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
SPBKLU kini, terangnya, telah banyak digunakan oleh pengguna motor listrik. Salah satunya, dirasakan oleh pengemudi ojek daring di Jakarta, Achmad Iskandar. Menurutnya untuk satu baterai penuh bisa digunakan untuk menempuh jarak sekitar 60 kilometer.
"Saya setiap hari bisa lebih dari 60 km. Hadirnya SPBKLU ini membuat penggunaan motor listrik lebih mudah, karena mengganti baterainya cepat dan bisa kembali bekerja mengantar penumpang," pungkas Achmad.[ss]