“Pemulihan dan pengelolaan ekosistem mangrove perlu kolaborasi semua pihak,” kata Syarifuddin.
Selain pada APBN dan APBD, rehabilitasi mangrove di Kalimantan Utara juga mendapat perhatian serta dukungan pembiayaan Bank Dunia. Hal itu seiring percepatan rehabilitasi mangrove melalui program Indonesia’s Mangrove for Coastal Resilience (M4CR).
Baca Juga:
Gandeng Sederet Startup Terkemuka, PLN Proyeksikan Bangun Ekosistem Energi Hijau
Pemerintah RI juga disebut mengharapkan hutan mangrove di Kalimantan Utara menjadi maskot pengembangan ekonomi dan kawasan hijau Indonesia. Untuk itu, rehabilitasi mangrove dianggap menjadi langkah tepat untuk menghentikan degradasi hutan mangrove menjadi kawasan pertambakan.
Intensitas sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat telah banyak memberi perubahan pola pikir masyarakat terhadap pentingnya ekosistem mangrove. Dahulu, banyak masyarakat menolak penanaman mangrove.
“Namun sekarang kondisinya berbalik, masyarakat meminta penanaman mangrove lebih digalakkan karena mereka merasakan dampak positifnya terhadap hasil tangkapan ikan dan kepiting bakau,” kata Syarifuddin.
Baca Juga:
Gandeng Sederet Startup Terkemuka, PLN Proyeksikan Bangun Ekosistem Energi Hijau
Sejak 2017, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Utara bekerja sama berbagai pihak telah melakukan penanaman mangrove seluas 2.701 hektare, untuk mengembalikan fungsi ekologi kawasan pesisir,
Penanaman mangrove tersebut tersebar di berbagai daerah di tiga kabupaten yaitu Bulungan, Tana Tidung, dan Nunukan.
Kemudian, berdasarkan Rencana Umum Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RURHL) Mangrove 2022-2032 (Peraturan Menteri LHK Nomor 10 Tahun 2022), Kementerian LHK merencanakan rehabilitasi 181.553,61 hektare mangrove di Kalimantan Utara.