Kaltara.WahanaNews.co, Bulungan - Yayasan Pionir dan World Wide Fund For Nature (WWF) merilis laporan evaluasi 10 tahun rencana pembangunan PLTA oleh PT Kayan Hydro Energi (KHE) sebuah tinjauan yang mengungkapkan tantangan dan potensi.
"Laporan tersebut memuat analisis dampak secara ekonomi, budaya, maupun lingkungan terhadap enam desa," kata Direktur Pionir Bulungan, Doni Tiaka di Bulungan, Selasa (5/3/2024).
Baca Juga:
Momen WWF 2024, PLN Lancarkan Mobilisasi 670 Unit Kendaraan Listrik
Pada Desember 2022 silam, Yayasan Pionir menggelar diskusi mengenai proyek pembangunan PLTA di Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara oleh KHE.
Diskusi yang digelar di Tanjung Selor tersebut diikuti oleh masyarakat, mahasiswa, pemerintah daerah dan akademisi.
Poin penting dari diskusi itu adalah pembangunan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) yang jalan di tempat. Tak ada progress yang signifikan padahal masyarakat terdampak menanti kepastian.
Baca Juga:
Momen WWF 2024, PLN Lancarkan Mobilisasi 670 Unit Kendaraan Listrik
Doni Tiaka mengatakan, proses pembangunan PLTA oleh PT KHE perlu memastikan dampaknya.
Secara umum, pembangunan itu semestinya dilakukan study Land Acquisition and Resetlement Action Plan (LARAP), yang merupakan rencana tindak penanganan dampak sosial ekonomi akibat pengadaan tanah dan pemukiman, termasuk rencana PLTA.
"Pihak investor harus memastikan studi LARAP itu sudah sesuai atau tidak. Utamanya terkait dengan rencana relokasi pemukiman desa di hulu bendungan I PLTA PT KHE, yakni Long Lejuh dan Long Pelban," kata Doni Tiaka.