Jika murid sekolah sangat rindu ingin bertemu kembali dengan teman sekolahnya, maka pekerja formal justru kebanyakan menyuarakan ketidakminatan pada kegiatan tatap muka di tempat bekerja.
Sikap pekerja formal ini tentu saja juga berbeda dengan kalangan pekerja informal yang rata-rata jenis pekerjaannya justru lebih mensyaratkan bisa bertemu tatap muka dengan pelanggannya (pedagang kaki lima, wiraswasta, dll).
Baca Juga:
Menteri Meutya Klaim 11 Pegawai Komdigi Tersangka Judol Tak Ada Eselon I atau II
Singkat kata, hanya di kalangan pekerja formal perkantoran isu terkait WFH-WFO sungguh telah memecah “kesatuan” visi kerja dan menyebabkan banyak keputusan perusahaan terkait WFO menjadi tidak efektif.
Sejumlah argumentasi diajukan kalangan yang tak setuju dilakukannya kembali WFO.
Di antaranya adalah alasan klasik soal kekhawatiran tertular Covid-19, dan soal “pengorbanan” yang telah dilakukan mereka saat pandemi dimulai dan mereka harus bekerja di rumah.
Baca Juga:
Sekda dan 2 Pejabat Pemko Gunungsitoli Ditetapkan Tersangka Kasus Tindak Pidana Pemilu
Kesediaan pekerja untuk bekerja secara normal namun di rumah pada awal pandemi, menyebabkan mereka merasa “berhak” menuntut pengorbanan sebaliknya.
Kantor tempat mereka bekerja diminta memaklumi kondisi mereka yang sudah terbiasa bekerja WFH dengan tidak menuntut harus kembali WFO.
Ada pula alasan yang bersifat lebih ideal praktikal yaitu merasa bisa lebih produktif dalam performa kinerja dengan melakukan pola kerja WFH.