“Kami bingung dengan kondisi yang seperti ini,” kata Kamilus.
Dari 95 keluarga di Metut, baru dua keluarga yang ladangnya bisa ditanami pada September nanti. Hal ini karena dua keluarga ini sudah lebih awal mempersiapkan ladang.
Baca Juga:
16 Desa di Aceh Barat Terendam Banjir, Air Capai 50 Sentimeter
Anomali cuaca yang membingungkan petani dan menimbulkan petaka banjir di banyak tempat di Kalimantan ditengarai sebagai dampak dari perubahan iklim yang melanda dunia.
Saat ini perubahan iklim dan dampaknya itu tidak lagi menjadi pembicaraan di forum-forum internasional.
Warga desa yang jauh di pedalaman pun sudah merasakan dampaknya.
Baca Juga:
BPBA Lapor Dua Desa di Aceh Jaya Terendam Banjir Setinggi 1,2 Meter
Sukmareni, Koordinator Divisi Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, menyatakan saat di Jakarta orang membicarakan polusi sangat tinggi, dengan hujan yang tidak turun sejak 2 bulan terakhir ini, sedangkan di Kalimantan situasinya malah kebanjiran dan hujan yang turun terus menerus.
Bagi warga pedalaman yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam, perubahan-perubahan ini berdampak besar pada kehidupan. Menanam padi yang hanya dilakukan sekali setahun untuk memenuhi kebutuhan hidup sampai satu tahun berikutnya. Tidak ada sumber pangan lain selain padi sekali setahun ini.
Jika gagal panen pada tahun depan akibat terendam banjir, bisa dipastikan sumber pangan untuk tahun depan terancam.